CATATAN HISTORIS EVENT OLAHRAGA BAGI DISABILITAS

Foto 1. The 9th International Stoke Mandeville Games, sebagai Pertandingan Paralympic pertama yang berlangsung tanggal 18-25 September 1960 di Roma.
(Sumber: https://www.paris2024.org/en/the-history-of-the-paralympic-games/)

Tak terasa pagelaran pesta olahraga terakbar se-Asia Tenggara yakni Sea Games telah tuntas pada tanggal 17 Mei 2023. Berbagai torehan prestasi membanggakan berhasil disabet oleh para atlet Indonesia di berbagai cabang olahraga. Seperti tahun lalu, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan mengantongi 69 keping emas dari total 241 medali. Terlepas dari euforia kemenangan atlet Indonesia di Sea Games, apakah kalian pernah memiliki pikiran terbesit tentang bagaimana dengan atlet disabilitas? Apakah ada event olahraga untuk penyandang disabilitas?

Ajang olahraga bagi penyandang disabilitas ternyata memiliki sejarah yang panjang. Selain Olympics sebagai ajang olahraga paling bergengsi yang diadakan setiap 4 tahun sekali, terdapat pula Paralympic. Paralympic merupakan ajang pertandingan olahraga dengan berbagai nomor untuk atlet penyandang disabilitas fisik, mental, dan sensorial. Cabang olahraga yang dipertandingkan di ajang Paralympic sedikit berbeda dengan ajang Olympics. Beberapa cabang olahraga dimodifikasi untuk menyesuaikan atlet yang mengikutinya.

Paralympic Games Internasional

Nama Paralympic berasal dari bahasa Yunani yaitu “para” yang berarti di samping dan kata “olympic”. Artinya, Paralympic adalah pertandingan paralel dari Olympic dan menggambarkan bagaimana kedua gerakan tersebut berjalan berdampingan.

Sejarah Paralympic dimulai pada tahun 1948 di sebuah rumah sakit veteran perang di Stoke Mandeville, London. Seorang ahli saraf Jerman yakni Sir Ludwig Guttman sedang mencari cara untuk membantu proses rehabilitasi pasien lumpuhnya yang merupakan veteran Perang Dunia II. Pasiennya sebagian besar mengalami cedera tulang belakang dan harus menggunakan kursi roda. Dr. Guttman kemudian berinisiatif untuk menyelenggarakan acara olahraga saat Olympic berlangsung di London.

Mengutip dari The Significance of Sport in the Rehabilitation of the Disable ketika acara International Congress pada tahun 1956 Dr. Ludwig pernah berkata, “sampai saat itu, masalahnya tidak ada harapan, karena kita tidak hanya harus menyelamatkan nyawa pria, wanita, dan anak-anak lumpuh, tetapi juga mengembalikan martabat mereka dan menjadikan mereka warga negara yang bahagia dan dihormati”. Setelah mengalami beberapa kali perubahan dan rintangan, pada tahun 1988 untuk pertama kalinya Pertandingan Paralympic diadakan di tempat yang sama dengan Pertandingan Olympic yakni di Seoul, Korea Selatan. Paralympic diadakan dua minggu setelah Olympic yakni pada tanggal 15-24 Oktober. Pertandingan tersebut diikuti oleh 3.057 atlet dari 60 negara yang ikut berpartisipasi. Satu tahun setelahnya, tepatnya pada 22 September 1989 didirikan The International Paralympic Committee (IPC) yang memayungi kegiatan olahraga penyandang disabilitas dan sebagai badan pengatur global Paralympic Movement.

ASEAN Para Games

Foto 2. Kontingen Indonesia pada opening ceremony ASEAN Para Games 2023 di Morodok Techno Kamboja.
(Sumber: https://twitter.com/BadmintonTalk/status/1665017678443032576)

Salah satu pesta olahraga tingkat Asia Tenggara yang selalu dinantikan adalah Sea Games. Nyatanya, selain Sea Games event olahraga dua tahunan lainnya yang turut dinantikan oleh atlet disabilitas yakni ASEAN Para Games. Ajang ini diikuti oleh 11 negara di Asia Tenggara dan diselenggarakan oleh tuan rumah Sea Games di bawah pengawasan ASEAN Para Sports Federation (APSF) atau federasi yang menaungi organisasi olahraga difabel di tingkat ASEAN.

Pelaksanaan ASEAN Para Games dilakukan tepat setelah Sea Games. Oleh karenanya pada tahun ini ASEAN Para Games juga turut dilaksanakan di Kamboja sejak tanggal 3-9 Juni 2023. Kali ini Indonesia menurunkan 268 atlet untuk berjuang dalam 12 cabang olahraga, seperti para atletik, bulutangkis, tenis meja, renang, angkat berat, blind judo, para catur, voli duduk, sepak bola cp, boccia, keranjang kursi roda, dan goalball. 

Bagaikan sebuah hadiah yang membanggakan, para atlet disabilitas telah berhasil mempertahankan juara umum selama dua edisi ASEAN. Semangat tersebut yang kembali ingin dipertahankan oleh atlet disabilitas. Hal tersebut tak lepas dari harapan mereka untuk Indonesia dapat mencatatkan sejarah sebagai pemegang juara umum tiga kali secara beruntun (hattrick) dalam pesta olahraga difabel terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Peparnas Indonesia

Foto 3. Suasana Pekan Paralimpik Nasional Tahun 2021 di Papua.
(Sumber: https://www.liputan6.com/bola/read/4705487/sejumlah-rekor-baru-terpecahkan-di-peparnas-xvi-papua-2021)

Di Indonesia sendiri memiliki ajang kompetisi yang serupa dengan Pekan Olahraga Nasional bagi atlet penyandang disabilitas. Ajang kompetisi tersebut adalah Peparnas atau Pekan Paralimpik Nasional yang dilaksanakan setiap empat tahun sekali. Perbedaan PON dan Peparnas terletak pembagian kelas dan teknis pertandingan, dimana atlet yang bertanding disesuaikan dengan kondisi fisiknya.

Penyelenggaraan Peparnas di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sebanyak 16 kali dengan penyelenggaraan terbaru pada tahun 2021 di Provinsi Papua. Pada Peparnas tahun 2021 terdapat empat Klasifikasi Disabilitas yang akan bertanding di 12 cabang olahraga, yakni Tuna Daksa, Tuna Grahita, Tuna Netra dan Tuna Rungu Wicara.

Peparnas merupakan ajang pembuktian prestasi bagi olahragawan difabel yang berskala nasional. Mereka mewakili Provinsi dan sekaligus NPC Pengprov masing-masing daerah. Peparnas mempertandingkan cabang-cabang olahraga resmi dengan mengikuti regulasi cabang olahraga yang dipertandingkan di International Paralympic Committee (IPC).

Jumlah cabang olahraga di IPC sudah berkembang sebanyak 26 cabang olahraga, namun di Indonesia sendiri masih berkembang sekitar 13 cabang olahraga. NPC Indonesia terus berusaha untuk menambah minimal 1 cabang olahraga di setiap penyelenggaraan Peparnas.

Melihat sejarah panjang mengenai pertandingan olahraga yang dapat diakses oleh para penyandang disabilitas merupakan hal yang patut diapresiasi. Dalam catatan historis, penyandang disabilitas seringkali dicap sebagai kelompok minoritas, namun mereka juga mencari cara untuk terlibat dalam masyarakat yang lebih luas.

Kepedulian beberapa pihak terkait inklusi dan kesetaraan yang kemudian mendorong cikal bakal lahirnya Paralympic. Ajang tersebut nantinya turut memotivasi negara lain untuk menyelenggarakan event serupa dalam skala nasional. Seperti halnya di Indonesia yang memiliki Peparnas diharapkan dapat menjadi media untuk mencapai kesetaraan dan persamaan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

Sumber Rujukan

Beacom, A., French, L., & Kendall, S. (2016). Reframing Impairment? Continuity and Change in Media Representations of Disability Through The Paralympic Games. International Journal of Sport Communication, 9(1), 42-62. DOI: https://doi.org/10.1123/ijsc.2015-0077.

Legg, D. (2018). Paralympic games: History and legacy of a global movement. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics, 29(2), 417-425. DOI: https://doi.org/10.1016/j.pmr.2018.01.008.

Waluyo, W. Olahraga bagi Atlet Difabel. PHEDHERAL, 16(1), 51-63. DOI: https://doi.org/10.20961/phduns.v16i1.51461.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *